Hukum Menikahi Ibu Mertua seperti Diungkapkan Rozy Mantan Suami Norma Risma

Hantoro, Jurnalis
Rabu 04 Januari 2023 14:28 WIB
Ilustrasi hukum menikahi ibu mertua menurut Islam. (Foto: Unsplash)
Share :

Rincian alasannya adalah sebagai berikut :

Pertama, seorang wanita dikatakan sah sebagai istri cukup dengan akad nikah. Tanpa harus dengan adanya hubungan badan setelah akad. Karena ayatnya berbunyi:

وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ

"Diharamkan bagi kalian menikahi ibu-ibu istri kalian (mertua)." (QS An-Nisa’ : 23)

Nisa’ pada ayat di atas maknanya adalah istri. Menunjukkan bahwa ibu istri (mertua) menjadi mahram cukup dengan sahnya putrinya menjadi istri, yaitu dengan akad nikah, karena jimak (hubungan badan) tidak disyaratkan dalam keabsahan pernikahan.

Kedua, ayat tersebut bersifat umum, maka dipahami apa adanya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma:

أبهموا ما أبهم القرآن

"Samarkanlah hukum yang disamarkan oleh Alquran." (Lihat kitab Al-Mughni, 7/85, dikutip dari https://islamqa.info)

Maksud perkataan beliau adalah ayat yang bersifat umum dan tidak ditemukan dalil khusus yang memungkinkan dijadikan penjelasnya, maka biarkanlah berlaku umum. Contohnya adalah ayat tersebut.

Sehingga tidak perlu diperinci kemahraman ibu istri berlaku jika istri sudah di-dukhul (disetubuhi). Sebab, ayatnya hanya menerangkan ibu istri (mertua) adalah mahram bagi suami anak (menantu), tanpa ada keterangan sudah di-dukhul (disetubuhi) atau belum di-dukhul.

Seperti dijelaskan oleh Imam Ibnu Qudamah:

فمن تزوج امرأة حرم عليه كل أُم لها ، قريبة أو بعيدة [يعني الأم والجدة] بمجرد العقد نص عليه أحمد وهو قول أكثر أهل العلم منهم ابن مسعود وابن عمر وجابر وعمران بن حصين وكثير من التابعين وبه يقول مالك والشافعي وأصحاب الرأي….؛ لقول الله تعالى : ( وأمهات نسائكم ) والمعقود عليها من نسائه ، فتدخل أمها في عموم الآية . قال ابن عباس: أبهموا ما أبهم القرآن يعني عمموا حكمها في كل حال ، ولا تفصلوا بين المدخول بها وبين غيرها

"Laki-laki yang menikahi seorang wanita, maka seluruh ibu sang wanita menjadi mahramnya, baik ibu jauh maupun dekat (yakni ibu kandung ataupun nenek), hanya dengan melakukan akad nikah.

Inilah pendapatnya Imam Ahmad dan dipegang oleh mayoritas ulama di antaranya: Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Jabir, Imron bin Hushoin, serta banyak ulama di generasi tabi’in. Pendapat ini pula yang dipegang oleh Imam Syafi'i dan Hanafi. Dasarnya adalah firman Allah:

وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ

"Diharamkan bagi kalian menikahi ibu-ibu istri kalian (mertua)." (QS An-Nisa’ : 23)

Hanya dengan melakukan akad nikah, wanita sudah sah menjadi istri, (tanpa harus melakukan hubungan badan dulu, pen). Sehingga ibu istri, masuk keumuman ayat (otomatis menjadi mahram bagi menantu, pen).

Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma menjelaskan, "Samarkan kalimat yang disamarkan oleh Alquran. Maksudnya, keumuman hukumnya biarkan berlaku pada setiap keadaan. Jangan diperinci pada wanita yang sudah di-dukhul (hubungan badan) atau yang belum." (Al-Mughni, 7/85, dikutip dari https://islamqa.info) 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya