HUKUM mengucapkan selamat hari raya umat lain menurut Islam bisa diketahui di sini. Ustadz Yulian Purnama S.Kom menjelaskan bahwa hari raya non-Muslim harus dihindari oleh umat Islam. Sebagaimana hari raya Nairuz dan Mahrajan yang dilarang walaupun tidak terkait akidah.
Dikutip dari Muslim.or.id, keterangan mengenai larangan mengikuti hari raya umat lain bisa diketahui dalam riwayat hadits dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, ia berkata:
قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر
"Di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang. Rasulullah bertanya: 'Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?' Warga Madinah menjawab: 'Pada dua hari raya ini, dahulu di masa jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang.' Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda: 'Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri'." (HR Abu Dawud nomor 1134, dishahihkan Syekh Al Albani dalam kitab Shahih Abi Dawud)
Dua hari raya jahiliyah itu adalah Nairuz dan Mahrajan. Disebutkan juga dalam hadits tersebut bahwa dua hari raya itu adalah hari senang-senang saja tidak ada kaitannya dengan akidah, namun tetap dilarang oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam.
Alasannya karena merayakan hari raya selain hari raya umat Islam adalah bentuk menyerupai non-Muslim.
Al Majd Ibnu Taimiyah (kakek dari ulama besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) rahimahullah menjelaskan:
الحديث يفيد حرمة التشبه بهم في أعيادهم لأنه لم يقرهما على العيدين الجاهليين ولا تركهم يلعبون فيهما على العادة
"Hadits ini memberi faedah tentang haramnya tasyabbuh kepada orang kafir dalam hari raya mereka, karena Nabi tidak menoleransi dirayakannya dua hari raya jahiliyyah tersebut, dan tidak membiarkan penduduk Madinah bermain-main di dua hari raya tersebut pada sudah menjadi tradisi." (Faidhul Qadir, 4/511)
Ulama besar Ibnu Hajar Al Asqalani juga menjelaskan:
وَاسْتُنْبِطَ مِنْهُ كَرَاهَةُ الْفَرَحِ فِي أَعْيَادِ الْمُشْرِكِينَ وَالتَّشَبُّهِ بِهِمْ
"Diambil istinbath (kesimpulan hukum) dari hadits ini bahwa terlarangnya bersenang-senang di hari raya kaum musyrikin dan tasyabbuh (menyerupai) kebiasaan mereka." (Fathul Baari, 2/442)