ARTIS Tengku Dewi Putri menggugat cerai suaminya Andrew Andhika saat dirinya dalam kondisi hamil. Ini hukumnya menurut Islam.
Dikutip dari laman Konsultasi Syariah, Jumat (5/7/2024), alumni Universitas Islam Madinah (UIM) dan pengasuh Pondok Pesantren Hamalatul Quran Yogyakarta Ustadz Ahmad Anshori Lc menjelaskan hukum cerai dalam kondisi hamil menurut Islam.
Ia menjelaskan, sebelumnya perlu diketahui bahwa cerai (talak) dalam Islam terbagi dua macam: (1) Talak sunni, yaitu talak yang dilakukan sesuai prosedur syariat; (2) Talak bid'i, yaitu talak yang tidak sesuai prosedur syariat.
Menalak istri saat hamil tergolong talak sunni atau bid'i? Salah seorang ulama pakar fikih, Syekh Profesor Khalid Al Musyaiqih menerangkan:
طلاق الزّوجة الحامل ليس طلاقاً بدعياً بل هو طلاق شرعي حتى لو جامعتها، لما ثبت في صحيح مسلم أنّ النّبي صلى الله عليه وسلم قال لعبد الله بن عمر لما طلّق امرأته وهي حائض: “راجعها ثم امسكها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر ثم طلقها إن شئت طاهراً قبل أن تمسها أو حاملاً” وهذا باتفاق العلماء، وأمّا ما اشتهر عند العوام من أنّ الحامل لا طلاق عليها فهو غير صحيح.
"Mentalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid'i. Bahkan itu tergolong talak yang syari (talak sunni) sampai pun dilakukan setelah suami menyetubuhinya. Hal ini berdasarkan hadits yang terdapat di Shahih Muslim, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassallam berpesan kepada Abdullah bin Umar saat dia menceraikan istrinya ketika haid:
راجعها ثم امسكها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر ثم طلقها إن شئت طاهراً قبل أن تمسها أو حاملاً
'Rujuklah kepada istrimu yang sudah kamu cerai itu. Tetaplah bersamanya sampai dia suci dari haid, lalu haid kembali kemudian suci lagi. Setelah itu silakan kalau kamu mau mencerainya: Bisa saat istri suci sebelum kamu gauli atau saat dia hamil.'
Bahkan para ulama sepakat, boleh mencerai istri saat kondisinya hamil. Adapun anggapan yang tersebar di tengah masyarakat awam, bahwa wanita hamil tidak sah dicerai, adalah anggapan yang keliru." (Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/54859/حكم-طلاق-الحامل)
Bahkan, suatu talak disebut sunni manakala terjadi pada dua kondisi: (1) Dilakukan saat wanita sedang hamil, (2) Dilakukan saat wanita berada dalam kondisi suci (tidak sedang haid atau nifas), sebelum disetubuhi.
Dalil yang mendasari ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
"Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya." (QS At-Thalaq: 1)