JAKARTA - Umat Islam dilarang memakan daging babi. Lalu, bagaimana hukumnya jika seorang muslim tidak sengaja makan daging babi?
Daging babi haram dikonsumsi umat Islam. Allah SWT berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih.” (QS Al-Maidah ayat 3)
Diketahui, kadang ada situasi yang bisa membuat seorang muslim memakan daging babi. Contohnya, saat tidak mengetahui makanan yang dkonsumsi tersebut ternyata daging babi atau keliru dalam memilih hidangan halal.
Melansir laman Kemenag, Selasa (16/9/2025), perbuatan maksiat yang dilakukan karena unsur ketidaksengajaan sebenarnya bukan termasuk dosa.
Namun, Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya'rani menganjurkan umat Islam tetap memperhatikan adab ketika terlanjur mengonsumsi makanan haram demi terjaganya kebersihan lahir dan batin.
Menurutnya, ketika seorang muslim mengonsumsi makanan yang status haramnya baru diketahui belakangan, hal itu tergantung situasi dan kondisinya.
Jika makanan tersebut masih tersisa di mulut maka harus segera dimuntahkan. Jika makanan tersebut sudah terlanjur masuk ke dalam perut maka harus segera memohon ampunan kepada Allah. Ia menjelaskan:
يجب على من أكل شيئا ثم وجد بعده علامة من علامات الحرام أن يأخذ فى القيء إن أمكنه وإلا أخذ فى التوبة والإستغفار
Artinya: “Wajib bagi seseorang yang memakan sesuatu, kemudian setelah itu ia mendapati adanya tanda-tanda dari sesuatu yang haram, maka hendaknya ia berusaha untuk memuntahkannya jika hal itu memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka hendaknya ia segera bertobat dan beristighfar.” (Syekh Abdul Wahab Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah [Semarang, Toha Putra: t.t], hal. 8)
Selanjutnya, karena daging babi termasuk najis mughallazhah yang proses penyuciannya perlu dibasuh sebanyak 7 kali yang salah satunya dicampur dengan debu, maka untuk membersihkan sisa-sisa daging babi yang ada pada mulut pun harus dibersihkan dengan cara demikian. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:
مَنْ أَكَلَ لَحْمَ كَلْبٍ مَثَلًا طَهُرَ فَمُهُ بِالتَّسْبِيعِ وَيَكْفِيه فِي الْفَرْجَيْنِ الِاسْتِنْجَاءُ مِنْ فَضْلَتِهِ وَلَوْ بِالْحَجَرِ وَنَحْوِهِ؛ لِزَوَالِ حُكْمِ الْمُغَلَّظِ بِاسْتِحَالَتِهِ
Artinya: “Seseorang yang memakan daging anjing, misalnya, cukup membersihkan mulutnya dengan tasbi' (membasuh tujuh kali yang salah satunya dengan debu) dan membersihkan alat kelaminnya (farji) dengan melakukan istinja’ seperti biasa, menggunakan batu, atau sejenisnya; karena hukum najis mughalazhahnya sudah hilang akibat sudah berubah bentuk.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawal Fiqhiyah al-Kubra, Mesi, juz I, halaman 28-29
Dengan demikian, ketika seorang muslim tidak sengaja memakan daging babi, hal yang perlu dilakukan adalah segera memuntahkannya jika hal itu memungkinkan. Lalu memohon ampunan kepada Allah. Langkah selanjutnya adalah membersihkan mulut sebanyak 7 kali yang salah satunya menggunakan debu. Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)