Sejatinya momentum puasa di bulan Ramadhan ini harus menjadi kawah candradimuka (madrasah ruhaniyah) yang dapat melahirkan peradaban Islam berbasis keimanan yang kukuh dan tidak menciderai kemanusiaan dengan tidak melakukan perbuatan tak terpuji, kotor, lalim dan berdosa.
(Baca Juga : Gaya Hijab Penyanyi Tere, Mualaf yang Kini Gencar Berdakwah)
Dengan demikian, kehadiran puasa Ramadhan harus dijadikan momentum awal sebagai wahana pengendalian diri dari segala bentuk angkara murka, nafsu, keinginan untuk membuka (menertibkan) warung karena merasa malu atas perbuatan ini.
Mudah-mudahan dengan cara merawat rasa malu ini kita mendapatkan kebahagiaan dalam menjalankan puasa. Petuah Rasulullah tentang pentingnya menjaga (mengendalikan, menahan) diri saat shaum perlu kita renungkan secara bersama-sama, sehingga kita tidak sia-sia dalam melakukan ibadah puasa ini.
“Barang siapa tidak mampu meninggalkan dengki (perkataan kotor) dan mengerjakannya, maka sesungguhnya Allah Swt tidak memiliki kepentingan baginya untuk meninggalkan makanan dan minumannya; Banyak orang berpuasa, tetapi dari puasanya ia tidak mendapatkan sesuatu, kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Oleh : Ibn Ghifarie
Penulis bergiat di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung
(Muhammad Saifullah )