Setelah wafatnya Nabi, dunia Islam memasuki masa pergolakan politik. Di Makkah, Abdullah bin Zubair memimpin perlawanan terhadap Dinasti Umayyah. Ia menjadikan Mekkah sebagai pusat kekuasaannya. Ketika mendengar sabda Nabi tersebut, ia mewujudkannya secara harfiah. Kakbah pun dirombak menjadi persegi panjang seperti rancangan aslinya, dan pintunya diturunkan agar siapa pun dapat masuk.
Saat Dinasti Umayyah dipimpin al-Hajjaj bin Yusuf, ia menaklukkan Makkah. Batu-batu besar dari manjaniq (katepel) menghujani Kakbah. Rumah suci itu kembali runtuh, kali ini bukan oleh banjir atau api, melainkan oleh sesama Muslim. Setelah menguasai kota, al-Hajjaj membangunnya kembali seperti bentuk Quraisy dulu, persegi dengan pintu yang tinggi.
Beberapa waktu kemudian di era Imam Malik, seorang khalifah bertanya kepadanya apakah Kaʿbah sebaiknya dikembalikan lagi ke bentuk Nabi Ibrahim. Sang Imam menjawab dengan bijak, “Jangan. Aku tidak ingin Kakbah menjadi mainan para penguasa.” Sejak saat itu bentuknya tetap seperti yang terlihat hari ini.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)