Keempat, penilaian nisab terhadap objek zakat dilakukan hanya pada akhir tahun. Dalam Mughni al-Muhtaj disebutkan:
شَرْطُ زَكَاةِ التِّجَارَةِ الْحَوْلُ، وَالنِّصَابُ مُعْتَبَرًا بِآخِرِ الْحَوْلِ) فَقَطْ؛ لِأَنَّهُ وَقْتُ الْوُجُوبِ فَلَا يُعْتَبَرُ غَيْرُهُ لِكَثْرَةِ اضْطِرَابِ الْقِيَمِ)
Artinya, “Syarat zakat perdagangan adalah telah berlalu satu tahun (haul), dan nisab-nya dihitung berdasarkan akhir tahun (haul) saja, karena saat itulah kewajiban zakat berlaku. Waktu selain itu tidak diperhitungkan karena sering terjadi fluktuasi nilai harga.”
Kelima, secara umum perhitungan tahun dalam zakat menggunakan kalender Hijriah (Qamariyyah), dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5% dari objek zakat. Namun, dalam konteks modern, penerapan kalender Hijriah sering kali sulit dilakukan karena laporan keuangan menggunakan kalender Masehi (Syamsiyyah). Oleh karena itu, Baitul Mal Kuwait memperbolehkan penggunaan kalender Masehi apabila terdapat kesulitan. Dalam fatwanya disebutkan:
اما إذا تعسَّر مراعاةُ الحَوْلِ القَمريِّ- بسببِ ربْط ميزانيَّة الشَّرِكة أو المؤسَّسة بالسَّنةِ الشَّمسيَّة- فإنَّه يجوزُ مراعاةُ السَّنة الشمسيَّة، وتزدادُ النِّسبةُ المذكورةُ بنسبة عددِ الأيَّامِ التي تزيد بها السَّنةُ الشَّمسيَّة على القمريَّةِ، فتكون النِّسبةُ عندئذ (2.577 في المائة)
Artinya, “Jika sulit menggunakan tahun Qamari (Hijriah) karena pengikatan anggaran perusahaan atau lembaga pada tahun Syamsiyyah (Masehi), maka diperbolehkan menggunakan kalender Syamsiyyah. Persentase zakatnya bertambah sesuai jumlah hari tambahan pada kalender Syamsiyyah dibanding kalender Qamariyyah, sehingga nisbah zakat menjadi 2,577%,” (Baitul Mal Kuwait, Ahkam wa Fatawa al-Zakah wa al-Shadaqat wa al-Nudzur wa al-Kaffarat [Kuwait: Maktabah al-Syu’un al-Syar’iyyah, 2009], hlm. 21).