Mengetahui kisah tersebut, Risdo Matondang merasa pikirannya menjadi lebih terbuka. Dia pun akhirnya yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala adalah satu-satunya Tuhan di dunia.
"Nah, saya baca buku itu jadi seperti dibuka gitu pikiran: 'Oh, berarti selama ini yang saya yakini cuma manusia toh bukan Tuhan.' Yesus itu hanya manusia, bukan Tuhan. Itulah cerita ringkasnya kenapa saya menjadi seorang Muslim sekarang," terangnya.
Baca juga: Yakin Jadi Mualaf, Gadis Cantik Asal Lithuania Ini Rasakan Hikmah Tak Terduga
Sebelumnya saat berusia 17 tahun, tepatnya ketika memiliki kartu tanda penduduk (KTP), Risdo sempat mengalami pengalaman unik. Pasalnya, kolom agama KTP-nya tertulis sebagai pemeluk agama Islam. Padahal, dirinya dan keluarga adalah penganut Kristen Protestan.
Terkejut melihat hasil KTP tersebut, dia pun protes ke wakil RT setempat dan memintanya untuk diperbaiki. Namun, tetap saja kolom agama itu bertuliskan Islam. Akhirnya Risdo dan sang ibu pun menyerah dan menganggap sepele soal KTP itu.
"Protes ke wakil RT-nya, balik lagi tuh minta diperbaiki. Begitu diantar lagi, Islam lagi, yang kedua kali Islam lagi. Akhirnya ibu bilang: 'Ya sudahlah, KTP ini.' Mungkin itu jadi semacam pertanda kali ya," tuturnya.
Risdo sendiri besar dari lingkungan orang Batak, yakni suku asal Medan yang kerap memelihara babi dan tak pernah sekalipun mendengar azan di daerahnya. Suatu ketika, dia mendengar suara azan dari televisi TVRI Medan. Dia terkejut dan mengaku bahwa suara itu berhasil membuatnya merinding.
Begitu pindah ke Jakarta, Risdo makin sering mendengar suara azan. Suara merdu azan itulah menjadi titik awalnya tertarik dengan agama Islam. Bahkan, semasa kecilnya Risdo sempat menirukan suara tersebut di depan kipas angin. Meski demikian, anggota keluarga yang melihatnya hanya tertawa karena menganggap dirinya masih kecil.
Baca juga: Wanita Cantik Asal Jepang Ini Mantap Jadi Mualaf Usai Takjub dengan Buka Puasa Bersama
Tidak hanya sampai di sana, dia juga mengaku selalu merasa malu setiap berangkat ke gereja. Entah apa alasannya, padahal dia sudah berpakaian rapi dan bersih. Risdo hanya merasa malu saat melihat teman Muslim sepantarannya.
"Sewaktu masih kafir, saya merasa malu kalau berangkat ke gereja. Padahal sudah pakaian paling rapi dengan membawa Alkitab dan kidung jemaat berisi lagu-lagu. Malunya karena ketemu dengan teman-teman yang Muslim. Entah perasaan apa yang membuat malu. Malu saja," ujarnya.