Ketika Nabi Muhammad SAW melakukan khalwat di Gua Hira atau mengasingkan diri dalam kesendirian untuk mendekatkan diri kepada Allah, berzikir, merenung, dan bermuhasabah, menjauh dari keramaian dan hiruk-pikuk dunia, perjuangan sang istri, Siti Khadijah, juga tak bisa meremehkan. Siti Khadijah sering mengantarkan makanan kepada Rasulullah SAW yang sedang berkhalwat di Gua Hira.
Untuk sampai di Gua Hira, Siti Khadijah harus mendaki gunung terjal, belum ada anak tangga seperti saat ini. Semakin melelahkan karena kedua tangannya sembari membawa makan dan minum untuk Rasulullah SAW.
“Kita tahu, betapa susah payahnya Rasulullah SAW dulu. Kita saja yang berangkat tengah malam, di mana cuaca sedang tidak panas, masih merasa kelelahan. Apalagi zaman Rasulullah dulu belum ada fasilitas tangga dan titik-titik penyedia logistik seperti sekarang ini," kata Oman.
"Segala sesuatu itu tidak diperoleh dengan instan. Itu yang dilakukan Rasulullah. Bayangkan saja, Rasulullah mendaki ke Gua Hira setiap hari selama 1 bulan," kata Oman.
Di Gua Hira ini, Nabi Muhammad SAW bisa beribadah dengan tenang. Meski ukurannya kecil, Nabi Muhammad SAW bisa fokus beribadah karena terhindar dari kepanasan maupun kehujanan.
"Apabila hujan tidak kehujanan, dan apabila panas maka Beliau tidak kepanasan," kata Oman.
Satu keistimeaan lagi, Gua Hira menghadap langsung ke Kakbah. Gua Hira menghadap langsung ke zam-zam tower yang merupakan penanda mengarah ke Kakbah.
"Ini bisa menjadi pelajaran dan hikmah bagi kita. Bahkan kiblat itu sangat penting. Ajaran Islam menjadi penting untuk melakukan segala sesuatu," tutup pengasuh Ponpes Al-Hamidiyah, Depok ini.
(Ramdani Bur)