Kehilangan ibu bagi Muhammad kecil meninggalkan luka mendalam. Namun kisah kehidupannya tidak berhenti di titik kesedihan. Justru dari sanalah terbuka babak baru tentang bagaimana kasih sayang keluarga besar Quraisy menopang seorang anak yang tampak rapuh namun disiapkan untuk misi agung ini.
Sepeninggal ibunya, pengasuhan Muhammad kecil dilanjutkan oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Kakek yang sudah renta itu memberikan perhatian penuh pada cucunya. Ia membolehkan Muhammad kecil duduk di tempat khusus di sisi singgasananya di Ka‘bah. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus kasih sayang dalam diri Muhammad.
Setelah Abdul Muthalib wafat, pengasuhan beralih kepada Abu Thalib. Ia merawat Muhammad dengan penuh tanggung jawab meski hidupnya sederhana dan keluarganya banyak. Ia selalu membawa Muhammad bersamanya, memperlakukan keponakan itu sama seperti anak kandung sendiri. Dari Abu Thalib, Muhammad kecil belajar nilai keberanian, loyalitas, dan kesetiaan pada keluarga serta kaumnya.
Jaringan keluarga inilah yang kelak menjadi benteng penyelamat dari keterasingan. Dukungan Abdul Muthalib dan Abu Thalib memastikan Nabi SAW tetap tumbuh dalam lingkaran kaumnya meski tanpa ayah dan ibu. Dari lingkaran kasih sayang inilah Muhammad kecil belajar bahwa kehilangan tidak selalu berarti kehancuran.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)