Malam seribu bulan dikenal sebagai Lailatul Qadar pada Bulan Ramadhan. Mengingat setiap insan tak lepas dari dosa, maka semuanya berharap bisa betemu malam penuh pengampunan tersebut dan dilipatgandakannya pahalanya.
Hanya saja malam Lailatul Qadar masih jadi misteri, sebab tak seorang pun tahun kapan waktu istimewa itu datang. Lalu kenapa Lailatur Qadar jadi misteri?
Dikutip dari laman PWNU Jatim pada Selasa (12/5/2020), Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur, Ustadz Abdul Wahab Ahmad memaparkan menurut golongan mayoritas ulama, tanggal Lailatul Qadar merupakan misteri yang tidak perlu diungkap.
Ibnu Katsir menerangkan bahwa waktu Lailatul Qadar memang disembunyikan agar umat senantiasa menghidupkan tiap malam bulan Ramadhan tanpa memilih-milih tanggal berapa. Bila orang tahu tanggalnya, maka akan giat di tanggal tertentu saja (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 451) Menurut Al-Ghazali Memilih-milih tanggal untuk memburunya justru berisiko tinggi untuk luput.
Apalagi di Indonesia ini yang terbiasa dengan perbedaan penentuan tanggal awal Ramadhan, umat Islam tentu akan bingung tanggal versi siapa yang benar? Jadi seyogianya perburuan Lailatul Qadar dilakukan dengan menghidupkan tiap malam yang tersisa dari bulan yang penuh berkah ini.
Baca Juga: Ustadz Oemar Mita: Tidak Ada Penipu Paling Ulung Kecuali Segenggam Dunia
Abdul Wabah melanjutkan, para ulama berbeda pendapat tentang kapan terjadinya Lailatul Qadar, mereka terbagi ke dalam beberapa kelompok sebagaimana berikut:
Kelompok pertama, mereka mengatakan bahwa Lailatul Qadar waktunya berpindah-pindah selama satu tahun. Menurut pendapat ini, malam spesial ini tidak bisa ditentukan tanggalnya dan tidak hanya terjadi di saat bulan Ramadhan saja. Bisa saja Lailatul Qadar terjadi di bulan lain. Namun sedikit ulama yang mendukung pendapat ini. Di antara mereka adalah riwayat yang dinisbatkan pada sahabat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ikrimah dan ulama Ahli Kufah. (Ibnu Hajar, Fath al-Bary, IV, 263; Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 446).
Kelompok kedua, mereka mengatakan waktunya di bulan Ramadhan saja. Bagi kelompok ini, malam spesial ini tidak terjadi di luar bulan Ramadhan. Mereka terbagi menjadi dua golongan, yakni:
A.Golongan yang meyakini bahwa tanggalnya tetap dan tak berubah setiap tahunnya. Pendapat ini adalah salah satu riwayat Imam Syafi’i (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 450) dan merupakan pendapat banyak tokoh ulama lain.
Baca Juga: Virtual Photoshoot di Rumah Aja, Ria Miranda Cantik Berhijab
Ulama dalam golongan ini berbeda pendapat lagi tentang penentuan tanggal pastinya menjadi banyak sekali pendapat. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bary menukilnya sebagai berikut:
Setiap tanggal 1 Ramadhan. Ini pendapat Sahabat Abu Razinal-Uqaili.
Setiap tanggal 15 ramadhan. Ini pendapat Ibnu Mulaqqin.
Setiap tanggal 17 Ramadhan saat Nuzulul Qur’an. Ini pendapat Zaid bin Arqam.
Setiap tanggal 18 Ramadhan. Ini pendapat al-Quthb al-Halabi.
Setiap tanggal 19 Ramadhan. Ini pendapat Zaid bin Tsabit dan salah satu riwayat dari Ibnu Mas’ud.
Setiap tanggal 20 Ramadhan. Ini pendapat yang cenderung dipilih Imam Syafi’i
Setiap tanggal 20 bila Ramadhan berjumlah 30 hari, dan setiap tanggal 21 bila Ramadhan berjumlah 29 hari. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm.
Setiap tanggal 22 Ramadhan berdasarkan hadits riwayat Sahabat Abdillah bin Unais
Setiap tanggal 23 Ramadhan berdasarkan hadits lain riwayat Sahabat Abdillah bin Unais dan Mu’awiyah dan beberapa sahabat lain.
Setiap tanggal 24 Ramadhan berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Sya’bi, al-Hasan dan Qatadah.
Setiap tanggal 25 Ramadhan. Ini pendapat Sahabat Abi Bakrah.
Setiap tanggal 26 Ramadhan. Ini dinisbatkan sebagai pendapat Ibadl.
Setiap tanggal 27 Ramadhan, pendapat banyak ulama Hanabilah, Syafi’iyah, salah satu pendapat Abu Hanifah, berdasarkan beberapa hadits Nabi yang diriwayatkan banyak sahabat.
Pendapat ini sangat populer hingga menurut ulama Hanafiyah bila ada orang yang berkata pada istrinya: “Kamu wanita yang dicerai pada malam Lailatul Qadar”, maka itu berarti talaknya jatuh pada tanggal 27 Ramadhan. Inilah yang dipakai oleh ulama Saudi saat ini sehingga masyarakat tumpah ruah di Masjidil Haram setiap malam tanggal 27 Ramadhan.
Setiap tanggal 28 Ramadhan, pendapat sebagian ulama.
Setiap tanggal 29 Ramadhan, pendapat yang diceritakan Ibnul Arabi.
Setiap tanggal 30 Ramadhan, pendapat yang diceritakan Ibad’ dan as-Suruji dan diriwayatkan dari Mu’awiyah dan Abu Hurairah